Sabtu, 04 Desember 2010

Kasus kekerasan

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Gunungkidul mengalami peningkatan yang sangat tajam.Kenaikannya mencapai 75% jika dibanding tahun lalu. “Pada 2010 ada 41 kasus padahal pada tahun 2009 hanya 27 kasus.

Kenaikannya mencapai 75%.Data ini kita peroleh dari laporan yang menimpa pihak perempuan atau korban,” ujar kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Masyarakat,Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Gunungkidul Ekaningrum kepada wartawan kemarin. Terkuaknya kasus KDRT ini juga merupakan bukti keberhasilan program pemberdayaan perempuan.“

Peningkatan kasus kekerasan yang terungkap tersebut karena sudah adanya kesadaran dari kaum perempuan. Sebagai korban kekerasan, kaum perempuan sudah berani melaporkan peristiwa yang dialaminya. Ini merupakan indikasi keberhasilan program,”paparnya. Peneliti dari Rifka Annisa Aditya Putra Kurniawan mengatakan keberanian perempuan melaporkan kasus KDRT ini masih di bawah 10%.Dari catatannya,banyak kasus KDRT yang tidak dilaporkan, kebanyakan karena dianggap sebagai aib keluarga.

“Meskipun menjadi korban kekerasan, tidak lebih 8% yang berani melapor. Sisanya memilih diam. Akibatnya, perempuan ini hidup dalam dunia kekerasan di rumah tangganya,”ujarnya. Dari tahun ke tahun, Rifka Annisa menerima pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di rumah tangga. Berdasarkan data yang dimilikinya, total pengaduan ke Rifka Annisa pada 2007 sebanyak 3.402 kasus.

”Dari aduan tersebut, 2.183 kasus (64%) di antaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga.“Namun, hanya sedikit perempuan korban kekerasan yang mengajukan cerai atau melaporkan kasusnya ke polisi. Artinya, sebagian besar perempuan korban kekerasan tetap tinggal dalam lingkaran kekerasan,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul Badingah, yang juga sebagai Ketua Gerakan Organisasi Wanita (GOW) Gunungkidul, mengatakan kasus kekerasan yang menimpa perempuan bukan hanya terjadi di tempat umum melainkan di dalam rumah tangga yang seharusnya sebagai tempat yang aman untuk berlindung.

“Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dalam rumah tangga terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, sosial, dan ekonomi, di mana posisi perempuan dan anak kurang berdaya sehingga sering menjadi objek kekerasan dari anggota keluarga yang lebih berkuasa,” katanya kemarin.

“Kesadaran keluarga dalam menekan dan melaporkan kasus KDRT masih rendah karena masih menganggap bahwa kasus KDRT merupakan sebuah aib apabila diketahui publik, kemudian lingkungan dan budaya yang masih menganggap perempuan hanya dipandang sebelah mata sebagai perwujudan dari budaya patriarki masih kental terasa,”tandasnya.